Wednesday, October 15, 2008

Kendall dan Khadija

Kendall...

Biasanya Kendall pergi dan pulang sekolah selalu dengan menggunakan bus sekolah. Hari ini udara benar2 tidak bersahabat. Dingin berhujan... dan kebetulan juga hari ini aku pulang hampir berdekatan dengan jamnya Kendall pulang sekolah. Kasihan membayangkan dia bakal jalan kaki dari tempat pemberhentian bus ke rumah, akupun langsung menunggu dia di pemberhentian bus itu. Tak lama kemudian bus pun tiba... Kendall berlari2 kecil langsung menuju ke dalam mobil. Di tangannya kulihat ada payung... rupanya daddynya ga lupa membekalinya payung tadi pagi. Melihat Kendall berlari menghambur ke dalam mobil kok rasanya hatiku bahagia sekali?! Mungkin tidak semua orang sebahagiaku menjemput anaknya... tapi bagi seorang ibu yang kesempatan seperti ini begitu langka tak heranlah saat ini seperti mendapat peluang emas, betapa bahagianya!!!

Khadija...

Setiap hari Rabu hari "show and tell" nya Khadija di sekolah. Kali ini temanya harus dimulai dengan huruf "M". Malam sebelumnya Khadija sudah kunasihatkan untuk mempersiapkannya. Tapi dia bingung sekali mau mempersembahkan apa buat besok. Dan aku ga mau mempengaruhi pikirannya, biarlah ide semua datangnya dari dia. Tak kusangka ide yang datang dari Khadija. Dengan sangat gembira dia langsung memasukkan boneka domba (stuffed lamb) ke dalam ranselnya..."mommy, I changed Sally's name to Minnie so I can bring this to my show and tell day tomorrow"... Plak... anakku pinter atau cerdik?!


Sunday, October 12, 2008

Rindu Aceh...

Setibanya "wali nangro" Hasan Muhammad di Tiro (Hasan Tiro) di tanah rencong rasa rinduku kepada tanah yang sama juga semakin mendera. Tak bisa membayangkan bagaimana pak Wali bisa melewati tiga dekade tanpa pernah menghirup udara Aceh. Baru saja di awal tahun 2006 aku kembali berkunjung ke Aceh dan berlibur bersama anak2 selama dua bulan, namun rasanya sudah berabad yang lalu kutinggalkan, kerinduanku ke negeri serambi mendera kembali.

Aceh tanah lon sayang...begitulah kami selalu menyebutnya. Memang tidak mudah untuk dilupakan. Sekali anda menghirup udaranya, anda selalu ingin kembali kesana. Konon lagi kalau udara itu dihirup dari detik anda hadir di dunia ini? Tak ada yang bisa memutuskan cinta kasihmu terhadap tanah leluhurmu...kecuali dirimu sendiri, yang mengingkari bagian dirimu yang menjadikanmu saat ini. Tanah leluhur selalu setia menanti anda untuk kembali. Meski masih banyak saudara2 disana, kita harus realistis...bahwa suatu saat semua akan pergi...tapi tanah air tetap disana menantimu.

Di mesjid Baiturahman pak Wali kembali dielu2kan oleh masyarakat Aceh, di mesjid itu pula akad nikahku diucapkan, mesjid agung keramat itu yang mengantarkanku tiba disini. Siapa bisa melupakan "kuta raja" ini, kalau setiap tempat dan hampir setiap sudut pernah kupahat sejarah dan kenangan? Dan hampir setiap umat seantero Aceh aku kenal?

Aceh kutinggalkan di pertengahan tahun 1995. Bukan saja saudara2ku yang menangis melepas kepergianku. Aceh pun berduka! Sungguh...Aceh bergejolak, Aceh menangis semua berawal di tahun2 kepergianku. Begitu tanah rencong kutinggalkan, dia tak pernah sama lagi.

Diawali dengan krisis moneter hingga bergejolaknya perang yang menuntut Aceh Merdeka, disusul dengan referandum. Pemerintah Indonesia kemudian menurunkan militer2nya di Aceh sebagai daerah rawan, gawat darurat yang benar2 menyulitkan kepulangan kami ke tanah air. Kemudian gempa tsunami meluluh lantakkan tanah Aceh, mengambil ratusan ribu nyawa yang sebenarnya sudah banyak habis akibat perang, dan akhirnya diberikannya otonomi khusus oleh pemerintah Indonesia Aceh sebagai negeri bersyariah. Cukup sudah air mata yang terkuras oleh masayarakat Aceh, cukup sudah harta dan jiwa terampas!

Bayangkanlah...kejadian ini semua terjadi setelah kutinggalkan! Aku tidak pernah merasakan hidup dalam ketakutan yang dialami orang2 Aceh pada masa perang. Dimana hampir setiap malam selalu terdengar suara ledakan atau tembak2an. Ketakutan keluar di waktu malam. Dalam masa rawan itu...aku ada berkunjung ke Aceh beberapa kali... aku masih ingat Khadija sakit panas tengah malam. Perjalanan membawa Khadija ke dokter cukup menegangkan. Di dalam mobil kami selalu berdoa, di malam gerimis itu... hampir setiap jarak 1 kilometer kita harus berhenti diperiksa oleh militer dengan senapan yang jelas sekali diarahkan ke kita. Proses pemeriksaan ini bagi yang belum pernah merasakannya selalu merasa hidup dan matinya dikompromikan saat itu. Paling tidak itulah yang aku rasakan... karena di setiap pemberhentian kita tidak tahu pasti siapa yang menyetop kita sampai kita benar2 diperiksa. Alhamdulillah selama aku disana semua terlewati dengan aman, meski tak seharusnya aku melalui masa2 itu.

Kunjunganku tahun 2004 di masa gawat darurat. Aceh masih dibawah pengawasan militer. Setiap minggu anak2ku yang berpasport Amerika harus melaporkan diri ke kantor polisi, yang bukan saja menyita waktu dan biaya, bahkan air mata?! Kok bisa sebegini sulitnya...anak2 yang masih berbau kencur saja dipertanyakan kehadirannya... begitu tertutupnya Aceh kepada dunia luar.

Di penghujung tahun 2004 Acehpun hancur...habis dilebur ombak tsunami. Masha Allah... baru saja beberapa bulan berselang setelah kutinggalkan. Meski tidak pernah mengalami secara langsung semua kejadian2 yang maha dahsyat itu, tidak sedikitpun mengurangi kecintaanku kepada tanah air. Tidak sedikitpun aku merasa bahwa bagian dari ke Acehanku berkurang...tidak sama sekali. Bahkan... rasa cintapun bertambah dalam. Jeritan tangis masyarakat Aceh, kurasakan lebih berat disini jauh di rantau orang. Perasaan tak bisa berbuat banyak untuk tanah air membuat diriku lebih tersiksa lagi.

Kini Aceh telah damai...pak Walipun akhirnya kembali menginjakkan kakinya di bumi Seulawah. Bagaimana pak Wali bisa membunuh kerinduannya kepada tanah leluhurnya selama ini tak ada yang bisa memahami kecuali beliau sendiri... karena hanya aku sendiri jualalah yang tau bagaimana rasa rinduku kepada Nangro Aceh Darussalam. Hasrat untuk kembali ke tanah air begitu menyiksa! Insha Allah... dengan damainya Aceh kunjungan kami berikutnya akan lebih mudah. Selamat datang pak Wali...

Bersambung...

Wednesday, October 01, 2008

Malam Takbir

Denting takbir kali ini jauh berbeda dengan yang sudah2, iramanya rame, meriah dan berisik. Pasalnya hadiah lebaran untuk Kendall tahun ini adalah gitar. Meski puasanya Kendall bolong 6 hari tapi dia memang pantas dapat hadiah yang bagus, dan gitar emang sudah lama sekali diidamkannya. Jadilah malam sebelum lebaran ini sambil bertakbir yang kami ikuti melalui online dilatar belakangi dengan genjreng-genjreng suara gitar Kendall.

Sementara Khadija sudah cukup puas dengan boneka berambut pirangnya yang dibeli di menit-menit terakhir. Hadiah buat Khadija ini bukannya aku menyepelakan Khadija dech...tapi Khadija setiap ditanya mau apa selalu berubah2...yang diinginkannya kebetulan sedang ga ada di toko. Akhirnya aku serahkan saja ke Khadija dan membiarkannnya memilih sendiri, dan pilihan jatuh ke si cantik molek yang berambut pirang ini.

Nah...kalau anak2 dapat hadiah itu apalagi buat emaknya?! Masha Allah.......... tahun ini emang benar2 lebaran dech! Syukur tak henti2 kupanjatkan kehadirat Allah SWT atas semua rahmat dan kemudahan yang diberikan... belahan jiwa menghadiahkanku sebuah mobil... no kidding... muobilllll!!! Yach... sebenarnya emang kebutuhan yang sudah mendesak sih. Mobilnya Mazen sudah mengulah. Sebelum menggrogoti kocek terus menerus mendingan beli baru aja sekalian. Jadinya mobilkupun turun tahta menjadi milik Mazen, dan aku dapat yang baru. Yach sekalian ajah bilangnya hadiah lebaran... terima kasih "hon"... Alhamdulillah...Alhamdulillah...Alhamdulillah...

Malam takbiran yang penuh rahmat... aku tak mau terbawa emosi yang hanya akan menguras air mata saja. Setelah tuntas pembukaan2 akupun bergegas pergi pesta... pengennya sih pergi keluar takbiran seperti di Aceh, yang setiap malam takbiran seperti pawai...semua orang keluar dengan kendaraannya sambil membaca takbir. Apadaya... yang begituan tidak ada disini. Aku memilih mengikuti gerombolan Pakistan yang berpesta pora sebelum hari lebaran.

Masyarakat Pakistan malam lebaran selalu menagadakan hena party (malam berinai/pake pacar). Pesta ini biar hanya dihadiri segelintir orang2 tapi bukan main glamournya yang datang. Semua hadir dengan pakaian mereka yang terindah, perhiasan yang berjuntai2... pokoknya gebyar dech!!! Biasanya acara diiringi dengan menari2 sambil menabuh gendang, tapi kali ini karena pestanya diadakan di rumah sister Khairunisa yang di dalam masyarakat Pakistan mereka juga termasuk yang super alim, jadi segala macam musik tidak dizinkan di rumah itu. Namun demikian acarapun berlangsung dengan meriah. Sere ketumbar jahe... semua sibuk ngobrol dengan bahasa Urdunya, aku juga asik dengan makanan ringannya...

Malam semakin larut... takut ga kebangun besok pagi untuk menghadiri salat Eid, akupun mengundurkan diri. Kembali pulang ke rumah kudapati semua sudah pulas.

Esok paginya kita sholat di mesjid dan begitu selesai langsung menyerbu ketupat di rumahnya keluarga Lambogo. Allahu Akbar...Allahu Akbar...Allahu Akbar...Wallila Ilham... Selamat Lebaran semuanya, mohon maaf lahir dan batin. Mungkin ada perkataan yang salah dan tidak berkenan di hati para pembaca yang budiman mohon dimaafkan... percayalah semuanya pasti tidak disengaja. Saya juga mohon dimaafkan sering berkunjung ke blog teman2 kadang lupa menyapa, nyelonong masuk aja meski itulah resikonya bikin online jurnal, tapi tetap saja maapin yach! Atau kadang saya sering disapa tapi tidak sempat menyapa kembali...maap...maap...
Minal Aidzin Walfaizin...........
kika... sister Maimona, Sarya, aku, Hena dan Fauzia

kika... Hena, aku, Naima dan Forkhunda

Mbak Srie sedang ditato ama dukun tato...

Ini dia...first lady nya Mali...