Thursday, March 01, 2007

Yuna dan kabut

Setiap kali melihat kabut selalu wajah Yuna sahabatku muncul. Ya...Yuna dan kabut tak pernah terpisahkan, apa hubungannya? Simak saja cerita ini kalau berminat!

Cahaya kilat yang menembusi tirai kamar dan sakit kencing yang tak tertahankan mau ga mau membangkitkan aku dari singgah sanaku. Aku langsung mandi, sholat dan bersiap-siap untuk ke kantor. Sambil mematut diri di depan kaca kudengar suara petir silih berganti. Apa pulak ini? Musim apa ini? Musim dingin, semi atau panas? Kok cuaca begitu aneh?! Kuintip keluar hujan gerimis... nah lho?! Kok hujan di musim dingin begini?

Dalam perjalanan ke kantor kuperhatikan setengah perjalanan hujan basah, setengah lagi kulihat seperti salju tipis...temperatur cuma 34F, diatas titik beku. Karena tidak begitu pasti dengan status alam saat ini aku ambil ekstra hati-hati saja. Dalam hatiku...alam pun bingung...mau bagaimana? Mau turunin salju ga cukup dingin, mau turun hujan masih rada dingin...alhasil setengah setengah aja dech.

Pulang kantor kulirik lagi temperatur dimobilku sudah naik menjadi 43F. Biar cuaca ga karuan, basah, becek dan hujan yang ga jelas aku tetap bersukur. Sukur mulai panas...karena aku lelah dengan dingin yang berkepanjangan, dan aku berharap mudah-mudahan hujan siang tadi cukup membuat salju yang sudah ber-es dibelakang rumah cair.

Perjalanan pulang ini ekstra hati-hati kulipatgandakan lagi. Kali ini bukan cuma hujan yang ga jelas, ditambah lagi dengan kabut tebal. Pandangan ke depan tidak sampai 10 meter, pandangan ke belakang? Lebih ga jelas...

Tiba-tiba sosok Yuna sahabatku kembali lagi. Memang...ada kabut selalu ada Yuna, aku ga bisa memisahkan mereka berdua. Yuna sahabatku yang sudah kembali pulang ke Korea negaranya, suka sekali dengan kabut. Di Korea katanya kabut sering datang, menurutnya kabut itu saat yang paling dia idamkan, dia selalu bersemangat kalau ada kabut. Heran dalam hatiku, kok bisa sih? Rasanya kalau aku dengar kabut selalu asosiaku dengan ketidakpastian, kebutaan dan kekaburan. Mungkin inilah sifat manusia, tergantung dari mana dia mau melihatnya, aku memang si negatif thinking, selalu ambil yang negatifnya aja. Sedangkan Yuna...mungkin dia lebih positif, jadi biar gimana jeleknya cuaca selalu ambil yang terbaik.

Menurut Yuna...enaknya kabut itu karena aku ga bisa lihat ke depan dan ga bisa lihat kebelakang, yang tinggal aku ditengahnya. Seperti filsafah hidupku juga, yang lewat biarlah berlalu, yang di depan nampakpun tidak...kenapa musti dipikir? Ini aku di tengah-tengahnya...nikmati saja saat ini.

Oh Yuna...seandainya aku bisa berpikir begitu? Keselusuri jalan berkabut ini sambil membayangi Yuna terus. Kenapa aku masih belum bisa melupakan masa lalu...apa lagi yang pahit, yang menghantui masa presenku? Kenapa aku begitu cemas akan hari esok? Kenapa aku harus pusing dengan masa depan yang aku sendiri tidak tau akan kujelang atau tidak (bila Allah berkehendak, aku akan...). Kenapa aku tidak memberikan jiwa dan raga ini seratus persen pada hari ini kalau saat inilah yang mutlak, yang pasti bahwa aku masih bernapas, masih memiliki semua orang yang kucintai?

Kabut tebal yang sedang kutelusuri ini...memang misteri. Aku ga tau ada orang atau tidak di belakangku. Di depanku...hanya sejauh mata memandang...dibalik itu siapa yang tau? Tapi toh aku jalani juga, tetap dijalurku yang benar...berharap orang didepanku juga di jalur mereka sendiri...berdoa semoga aku selamat tiba di rumah nanti. Seperti kehidupan ini juga, yang lalu adalah hadiah dari kehidupan sedangkan hari esok biarlah menjadi kejutan. Usaha dan doa semoga aku sampai di akhir hidupku dengan selamat dan dalam ridhonya Allah.

Yuna...Yuna...biar kau jauh, legasimu masih tetap abadi. Satu nilai hidup yang harus aku ambil dari seorang sahabat. I miss you Yuna...semoga suatu saat kita akan berjumpa lagi. Terima kasih untuk persahabatan kita...terima kasih untuk pundakmu disaat aku butuh tempat untuk bersandar.
Ibu-ibu genit yang berbunga2 di acara perpisahan Yuna. Clock wise...aku, Yuna, Amanda, Pam, kak Lensi.

No comments: